Wednesday, April 15, 2009

Innovative Entrepreneurship Challenge 4 [IEC4] ITB

The Fresh Inspiration for today :

Lomba bisnis mahasiswa tingkat nasional dengan total hadiah Rp60.000.000,00
Pendaftaran akan ditutup tanggal 7 Mei 2009. download formulir pendaftaran, dll di http://iecitb.com

IEC 4 (Innovative Enterpreneurship Challenge 4) adalah sebuah kegiatan kemahasiswaan yang bertujuan untuk menumbuhkan dan memfasilitasi mahasiswa dalam berwirausaha. IEC 4 merupakan kelanjutan dari kegiatan IEC sebelumnya yang mengusung tema Inovasi dalam berbisnis. Acara utama dari IEC 4 adalah lomba inovasi bisnis tingkat nasional. Selain lomba, IEC 4 juga mengadakan workshop, seminar dan training untuk dengan tujuan melahirkan entrepreneur dari kalangan mahasiswa.

Tujuan:
a. Membangkitkan motivasi entrepreneurship (berwirausaha) bagi mahasiswa Indonesia.
b. Memfasilitasi pengembangan ide-ide bisnis inovatif mahasiswa untuk dapat direalisasikan.
c Mencetak entrepreneur-entrepreneur muda dari kalangan mahasiswa yang akan berkontribusi dalam perkembangan perekonomian Indonesia.

A.Ketentuan Umum Kepesertaan :
1.Peserta masih duduk dibangku perkuliahan baik jurusan D1, D2,D3, atau S1 Perguruan Tinggi Di Indonesia pada tanggal 26 Juli 2009 .(dibuktikan dengan kartu mahasiswa dan surat keterangan dari pihak Perguruan Tinggi).
2.Setiap Tim membayar Investasi sebesar Rp.150.000,00
3.Peserta bukan termasuk 10 besar IEC sebelumnya.
4.Setiap tim maksimal terdiri dari 5 peserta.
5.Peserta boleh gabungan dari berbagai perguruan tinggi.
6.Proposal yang diperlombakan belum pernah keluar menjadi pemenang dalam kompetisi serupa di tingkat nasional.
7.Proposal yang dilombakan adalah karya original dari peserta, bukan merupakan plagiatisme dari businnes plan yang telah ada.
B.Pendaftaran Peserta
Pendaftaran peserta dapat dilakukan dengan cara mengirimkan formulir pendaftaran yang ada di tempat-tempat pendaftaran atau download di www.iecitb.com dan menyertakan aplikasi yang akan diperlombakan. Pendaftaran akan ditutup pada tanggal 7 Mei 2009.

Formulir pendaftaran dan keterangan lengkap mengenai lomba dapat diperoleh dengan Download dari download page

Selanjutnya peserta dapat mengirimkan aplikasi pendaftaran berisi :
1.Formulir pendaftaran yang sudah diisi lengkap
2.Bukti transfer investasi(hasil scan)
3.KTM (Scan) masing-masing anggota.
4.Pendaftaran melalui email ini dengan subject : [LOMBA]
5.Softcopy Proposal, dalam format doc dan pdf yang telah di zip (dapat menyusul)
6.Untuk mengirimkan proposal dengan subject : [LOMBA_PROPOSAL]
Kemudian semua data tersebut dikirimkan melalui
email : iecitblomba@yahoo.com

Adapun data yang harus dikirimkan langsung ke sekretariatan panitia INNOVATIVE ENTREPRENEURSHIP CHALLENGE 4
LAMPIRAN FORMULIR YANG DIKIRIMKAN
1.Surat Keterangan dari pihak kampus bahwa ia masih merupakan mahasiswa di kampus yang bersangkutan.
2.Fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa.
3.Foto 3x4 2 lembar terbaru dan berwarna
4.Proposal yang telah di cetak (Hardcopy) sebanyak 1 eksemplar.
5.Mengirimkan bukti pembayaran dari bank (bukan fotokopian).
6.Lampiran (Sertifikat, dll. Untuk keterangan di CV).
Formulir dan lampiran formulir dikirimkan dalam amplop tertutup warna coklat (ukuran folio) bertuliskan "INNOVATIVE ENTREPRENEURSHIP CHALLENGE 4" dan dikirimkan ke :

Panitia Innovative Entrepreneurship Challenge 4
Ruang 27 Campus Center Barat
Jalan Ganesha 10
Kampus ITB, Bandung 40312
HP : +62813 6902 5855 (Pandu)
Email : iecitblomba@yahoo.com

No. Rekening
1300009734974
a.n. Anggi Puspita Swardhani
Bank Mandiri Kcp Siliwangi Bandung

Paling lambat tanggal 7 Mei 2009.

C.Proses Penilaian
Penilaian dalam IEC 4 melibatkan seleksi awal oleh Tim Seleksi dan penjurian Inovasi dan ide bisnis itu sendiri. Seleksi awal berupa kelengkapan administrasi. Kemudianberkas proposal itu akan diperiksa oleh tim juri inovasi dan tim juri utama. Yang kemudian keputusan akhir akan diambil oleh tim juri utama.
D.Pengembalian Aplikasi
Pengembalian aplikasi selambat-lambatnya tanggal 7 Mei 2009 ke alamat :
Panitia Innovative Entrepreneurship Challenge 4
Ruang 27 Campus Center Barat
Jalan Ganesha 10
Kampus ITB, Bandung 40312
HP : +62813 6902 5855 (Pandu)
Email : iecitblomba@yahoo.com
E.Penghargaan bagi Pemenang
Juara Pertama : Rp 30.000.000,00
Juara Kedua : Rp 20.000.000,00
Juara ketiga : Rp 10.000.000,00
F.Kerahasiaan dan Disclaimer
1.Segala informasi mengenai usaha yang diberikan menjadi hak panitia dan tidak dapat ditarik kembali.
2.Panitia dan Dewan Juri menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penilaian IEC 4
3.Apabila informasi akan dipublikasikan diluar kepentingan penilaian IEC 4, panitia akan meminta izin tertulis terlebih dahulu dari peserta pemilik informasi tersebut.
4.Panitia dan Dewan Juri Innovative Entrepreneurship Challenge 4 tidak bertanggung jawab atas kebenaran, validitas, dan akurasi informasi usaha yang diberikan serta dibebaskan sepenuhnya dari segala konsekuensi yang timbul atas ketidakbenaran informasi yang ada.
5.Peserta/ pemberi informasi bertanggung jawab sepenuhnya atas kebenaran, validitas, dan akurasi informasi usaha yang diberikan.
CP:Pandu +62813 6902 5855
e-mail:iecitblomba@yahoo.com
Mirrah +62811 9447 1932
Jason +62812 287 1004

info selengkapnya kunjungi : http://iecitb.com

Pelajaran Marketing -- The Greatest Marketing Secret of All Time

This is fresh inspiration about the greatest marketer....lets read it!!!

The Greatest Marketing Secret of All Time

by Michel Fortin

If there is something about which I am pretty adamant, it's the concept of attracting clients that are pre-qualified and willing to do business. And this involves many different things, but most of it comes down to three core practices: 1) Focus, 2) targeting, and 3) multiplication (such as focusing on a niche, market targeting, and multiplying one's marketing efforts).

However, this fundamental magnetism is not only based on pure marketing practices or strategies. It also involves something at a much deeper level that is far more effective than any other marketing tool or process. This "thing" to which I am referring is, I believe, the most important marketing secret that I can ever teach you -- and it's far from being a secret at all.

But it is considered as one to a certain degree simply because it is often neglected or ignored by many businesspeople. What is this elusive secret? Before I divulge it to you, let me give you a little preamble. First, I must admit that it upsets me terribly to see when people tend to scoff their most valuable marketing assets. No, I'm not referring to salespeople or promotional activities. I'm not referring to prospects or clients either. I'm referring to dreams and passions.

"Marketing is not a battle of products, but of perceptions," marketing expert Jack Trout once wrote. If people perceive that doing business with you has an implicit added value, especially when compared to your competitors that are fiercely fighting for your market's attention, you will often end up with their confidence (and their repeat and referral business) as a result.

Of course, there are numerous ways that value can be added to your business -- e.g. by specializing, by packaging (naming) your products and services, by presenting benefits rather than features, by delivering personalized services, by presenting a professional image, by offering something for free, and so on. But the most effective way to communicate this added value is through the genuine, sincere, and passionate zest you have for what you do.

People have a tendency to gravitate toward other people who love what they do -- their enthusiasm, charisma, and authentic desire to serve others are instantly communicated through their actions and particularly their marketing efforts. Sadly, however, the marketplace is filled with so many people who jump into business for one sole purpose: Money.

They work for a pension instead of a passion. They are so profit-minded that they fail to enjoy the process. The great anthropologist, Joseph Campbell, said it best when he said that old clichT: "Follow your bliss." Actually, the Chinese sage Confucius, in 500 B.C., said: "Do what you love and you'll never have to work a day in your life." Author Marsha Sinetar wrote a book, entitled: "Do what you love and the money will follow." Peter McWilliams, author of "Life 101," claimed: "Do what you love and the necessary resources will follow."

Now, it's my turn. I say...

"Do what you love and the business will follow."

Well folks, there you have it. That's the greatest marketing secret of all time. It's to do what you love or to love what you do. And if you don't love what you do, then find it. As Jim Rohn once said, "If you don't like where you are, then change it! You're not a tree."

Doing what one loves is a fundamental marketing process. For example, when you deal with two people competing for your business, and if one of them has the "fire burning in their belly" (a genuine passion for what that person does), then how much more willing will you be to do business with that person than the other? How much more believable and credible will that person be compared to the other? And most important, how much more value will that person bring to the table than the other? The answer is pretty obvious. Enough said.

People who love what they do generate far more word-of-mouth advertising. In subtle ways, they communicate that they are experts, that they are interested more in your needs than your money, and that they will go out of their way to please you. And they certainly develop far more enriching and superior customer relationships -- let alone referral-sources.

Entrepreneurialism has increased in fervor these days, and that's good. But as a result, the hypercompetitive nature of the marketplace will in turn increase the demand for more uniqueness, more competitive value, and greater customer service. However, if you love what you do, your passion will intrinsically communicate all of those things combined.

Just as people choose to work in jobs they hate, many will choose a business or an endeavor that gives them absolutely no sense of purpose. They attempt to earn a living and do so with retirement in mind (or the thought of financial independence), anxiously awaiting those golden years when they will finally start to enjoy their lives. (The funny part is that the future is guaranteed to no one. So, the key is to enjoy it now -- later may never come.)

Needless to say, if you do what you love (or focus on a business you enjoy instead of the money you want to earn from it), you will not only make money as a natural byproduct but also enjoy much happiness, satisfaction, joy, inner peace, and of all things, security.

How many millionaires out there have reached phenomenal levels of success but failed in other areas? According to Bob Proctor in his book "Born to be Rich," the list is endless. To make it short, he mentions numerous wealthy and famous Wall Street magnates in the past century alone that have ended up going insane, getting divorced (multiple times), going broke, suffering from heart attacks, committing murder, or even killing themselves.

Ultimately, if you do what you love or love what you do, you will naturally attract more business by the sheer fact that your passion is also communicating to others that you are offering the best solution to their problems. Why? You are offering them the best... YOU.

About the Author
Michel Fortin is a consultant dedicated to helping businesses turn into powerful magnets. Visit http://SuccessDoctor.com to receive a free copy of his book, "The 10 Commandments of Power Positioning." He is also the editor of the "Internet Marketing Chronicles" ezine delivered weekly to 90,000 subscribers -- subscribe free at http://SuccessDoctor.com/IMC/.

sumber : http://www.4hb.com/0107sdgreatestmarksecret.html

Sunday, April 5, 2009

Suichiro Honda

Pernahkah anda memikirkan, perjuangan seorang Soichiro Honda (pendiri perusahaan Honda) dibalik keberhasilannya dalam merintis perusahaan Honda hingga sekarang, dikenal oleh dunia sebagai "raja jalanan"??


Soichiro Honda, saat merintis perusahaannya, hidupnya selalu diliputi dengan kegagalan. Bahkan dia bukanlah seorang yang ahli, dan dulu dia bukanlah siswa yang cerdas. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. “Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda,” tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi…

Kecintaannya kepada mesin, mungkin ‘warisan’ dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.

Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.

Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.

“Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,” ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali.

Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.

Akhirnya, tahun 1947,setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapatmenjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, “sepeda motor” - cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi “raja” jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Soichiro Honda mengatakan, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. “Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya”, tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru dan berusahalah untuk merubah mimpi itu menjadi kenyataan.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorangdengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin. Jadi buat apa kita putus asa bersusah hati merenungi nasib dan kegagalan. Tetaplah tegar dan teruslah berusaha, lihatlah Honda sang “Raja” jalanan.

sumber : http://cybersurferzone.blogspot.com/